RAYAKAN PANEN JERITAN | MAWAR SASTRAJAWA.
Catatan – Jeritan
keras dari lahan ujung desa waktu petani merayakan hasil panennya. Jeritannya
menggema terdengar sampai ke pluto. Tapi, di bumi sendiri ada yang berpura-pura
tidak mendengar, tidak menahu tentang apa yang menjadi keresahan petani.
Padahal terjadi puluhan tahun lamanya.
Mari kita renungkan sejenak siapakan yang benar-benar
bekerja dan siapakah yang hanya tinggal duduk di kursi empuk sambil mengangat
kaki di meja makan dan tertawa senda-gurau? Siapa yang menggaji mereka? Bisa
mati kering kalian ketika tidak ada petani. Perasan keringat membanjiri gurun,
sebanding dengan hasil dan tidak sebanding dengan harga panen.
Foto : Rayakan panen jeritan | Mawar Sastrajawa. |
Ada kata berjuang. Beras, baju dan uang. Beras artinya
pangan, baju artinya sandang dan uang adalah ekonomi. Petani benar-benar jerih
payah bekerja demi mendapatkan upo
tetapi sedang tertindih. Padahal petani benar-benar bekerja yang sesungguhnya.
Hingga detik ini baru sedikit tani yang sadar akan
masalahnya, ketika sadar masih bingung dengan siapa ia mengadu. Masih banyak
yang perlu untuk disadarkan akal pikirannya. 2 yang harus disadarkan, pertama
petani dan kedua adalah pemerintah. Informasi yang sulit sampai terdengar di
telinga masyarakat. Orang yang tahu akan informasi enggan menyampaikan kepada
rakyat karena takut akan mengusik ketenangan atas kepentingannya urusi perut
dan bawah perut.
Baca juga : Mahasiswa diantara pejabat, aparat dan masyarakat.
Baca juga : Selamat datang di abad penuh kehancuran.
Kita harus menjadi bagian dari petani, perlahan sadarkan
tentang masalah yang terlalu larut meradang. Sadarkan bahwa hal tersebut adalah
masalahnya yang menimpa. Yang mengganjal adalah apakah memang petani tidak tahu
atau dibuat untuk tidak tahu? Kebenaran dibungkam, mungkin ada yang putus saraf
akal sehatnya.
Selalu ada yang tercekik. Ada penindas dan ada yang
ditindas. Ketika kita berbicara menyoal petani, ia selalu menjadi bagian yang
ditindas. Kita sama tahu kegelisahannya tercover di setiap warung berbicara
membahas persoalan tani. Ketika musim tanam rawatannya membutuhkan pupuk, harga
belinya melambung tinggi di atas harga eceran tertinggi. Ketika musim panen
tiba, gabah merosot di bawah harga eceran tertinggi. Ketidakbandingan itu
selalu dilimpahkan kepada para petani. Belum lagi ketika panen dengan peralatan
tekhnologi dan tenaga yang semuanya butuh upah.
Di mana kehadiran pemerintah kala itu? Sama sekali tidak pro
rakyat. Beliau sangat pandai sekali mengambil hati tani, pencitraannya
seolah-olah peduli dengan masyarakat membuat rakyat yang belum tahu hal
tersebut adalah sesuatu sangat luar biasa, padahal yang dilakukan ialah
moralitas palsu. Simbolis ikut panen dengan tani, di potret dan disebarkan ke
seluruh media tersebut sangat mampu menghipnotis membuat terenyuh serta mengilusi
rakyat.
Klik link : pengemis terlihat lebih hina.
Klik link : Berpikir jernih dan kritis.
Kelincahan dan kelicikannya sulit dirobohkan karena memiliki
kaki tangan di segala sektor. Bercermin pada banyaknya undang-undang itu
artinya bangsa sedang mengalami masalah dan negara sedang tidak baik-baik saja.
Perlu kita ketahui bersama Desa adalah bagian kecil dari Negara. Berdirinya
suatu negara adalah gabungan dari desa-desa.
Persoalan petani menumpuk begitu banyak, sadarlah para
petani, sadarlah pemerintah. Jangan hanya membodohi dengan sistemmu yang
merugikan satu pihak dan menguntungkan kalian dan partnermu. Reforma agraria
harus ada secara menyeluruh. Blora (15/03/2021).
Mawar Sastrajawa.