catataneksplorasiimajinasiINSPIRASIjatuhkaryasekolahTepuk tangan

TEPUK TANGAN YANG MENJATUHKAN.

Advertisements

Catatan – Sepulang sekolah aku
semangat sekali dengan situasi buat mendukung untuk gembira. Aku melepas
pakaian dan cuci muka. Tak lupa mengulang kembali dari pelajaran yang
disampaikan oleh guru.

Foto : Tepuk tangan yang menjatuhkan.

Baca juga : Waktu terbuang sia-sia.

Advertisements

Baca juga : Gelas kosong, mawar sastrajawa.

“Mawar
sini
cung, ayo makan,” ibuk
memanggilku beberapa menit saatku mengulas pelajaran. “Njih buk” jawabku saat
datang dan menarik kursi dari bawah meja kemudian kududuki. Sungguh nikmat
rasa, makan bersama ibuk meski hanya dengan nasi sambal dan kerupuk.

Advertisements

“Buk…
di sekolah tadi teman-teman bangga dengan ku dan memberi tepuk tangan,” ucapku
memecah keheningan saat tengah makan, sedang ibu mengunyah krupuk.

Ibu menyahut dan
memintaku untuk menyelesaikan makan. Aku terdiam sambil menyelesaikan makan.

Advertisements

Ibuk menasehati untuk tidak bicara sampai makan
selesai. Memang itu yang selalu diajarkan dalam etika makan.
  Tak sepatah pun kujawab nasehat ibuk. Ku
terdiam kaku. Hanya suara ketuk piring, tabrakan sendok dan jangkrik yang berni
bersuara. Serta gemercik air ku tuangkan di gelas, itupun pelan hati-hati.

“Apa yang kau lakukan cung,
sehingga temanmu bertepuk tangan?” tanya ibu dengan nada halus sedang aku
masih memegang gelas usai minum.

Advertisements

Guru meminta untuk mengumpulkan tugas
menggambar pemandangan. Salah seorang teman berdiri mengambil gambaran siswa
sekelas satu-persatu untuk diserahkan guru dan memberikan penilaian. Ya,,
sekalipun karya itu tak ternilai dibanding apapun. Bolehlah kalau untuk
pembelajaran.

Klik link : Memory sahabat.

Advertisements

Klik link : Teman baik dengan segala kondisi.

Setelah dicek semua, guru membagikan gambar
dengan memanggil satu-persatu untuk diambil. Oh,,, tidak.. setiba di aku gambarku
kenapa bisa berlubang tepat ditengah sedikit mengiri. Aku bisa pastikan gambar itu
sempurna tanpa lubang sedikitpun. Tapi siapa sangka. Guru justru bangga dengan
model gambaran semacam itu. Aku yang berdiri depan guru hendak ambil gambar tersebut mati gerak.

Advertisements

“Wiiihh… ini gambar bagus sekali!! Ada lubangnya!!”
ucap guru dengan raut muka terheran dan yakin sambil menunjukkan dihadapan
teman sekelas.

Semula aku sembunyikan
muka, kini kemaluanku tertunda karena respon teman-teman semua tertawa dan
berdiri bertepuk tangan. Bahkan ada yang celutak, “keren…!!! gambar sungguh
indah, kekurangan jadi kelebihan.” (sesaat teman berdiri aku seperti mendengar
suara paku jatuh). berjalan sedari mengambil gambar malah si wanita duduk barisan
kedua memujiku.

Advertisements

*

“Begitu kamu senang cung,?”
tanya ibuk sambil sedikit senyum.

Advertisements

“Sungguh buk!!!!” jawabku mantab.

“Perlu kau tahu nak, jangan mudah terkecoh dengan tepuk
tangan, pujian. Itu semua adalah tepuk tangan yang menjatuhkan. Pujian sebagai
tamparan keras buat kamu.
  Kau tahu,
nyamuk terbang manusia bertepuk tangan bukan karena kehebatan nyamuk bisa
terbang, lainkan ingin membunuh bahkan ingin membasmi! Pegang teguh itu nak.”

Advertisements

Entah apa yang terjadi
pada pikir dan perasaanku. Yang jelas, jantung berdetak kencang dan tubuh
mendingin, kringat mengering. Kesenangan jadi menyedihkan, kegembiraan jadi
keheningan kembali, dan menjadi menegangkan lagi. Jangkrik pun tak berkutip
sedikitpun. Perasaanku memang mudah tersentuh, emosional teramat peka. Kini aku
ngerti dan faham apa yang ibuk kabarkan.

Ibuk memang ngerti
kondisiku dan Aku diberi minum agar mengurangi sedikit kegemetaranku.

Advertisements

*

Semasa muda ibuk masih
jadi buruh pabrik selalu selesai lebih dulu mengerjakan kerjaan. Itu membuat
teman buruh lain serasa iri. Karena lebih dulu istirahat. Banyak yang berambisi
menyingkirkan ibuk, cung. Dengan cara
halus, mengajukan pada bos supaya ibuk diangkat menjadi mandor atau lainnya
yang lebih tinggi. Padahal agar tidak selingkup kawan kerja. Karena itu, bukan
pujian. Ibu sadar keberadaanku buat teman kerja tak nyaman lagi, maka aku
memutuskan untuk keluar dari kerjaan. Membuat nyaman orang jauh lebih penting
daripada mempertahankan jabatan.

Advertisements

“kenapa buk’e tak menetap saja di sana. Enakkan, bisa
naik jabatan,” paksaku bertanya guna memecah hening.

Tiba-tiba rintik air
hujan terdengar di atas genting. Ibu bergegas dan meminta membantu mengambil pemean di mburitan.

Advertisements

Ngawen,
16 Februari 2019.

 Mawar Sastrajawa.

Advertisements

***

Cung : sebutan
anak laki-laki

Advertisements

Njih : iya

buk’e/ ibu

Advertisements

pemean ;
jemuran

mburitan ;
pelataran belakang rumah.

Advertisements

Silahkan Komentar