aktivisBisniscatatanliterasipemerintahpendidikanpenguasaSeragamsiswa

BISNIS PENDIDIKAN

Advertisements
Catatan – “Kamu harus sekolah, nak”. Setahun lebih angga tidak mau sekolah lantaran tidak dibelikan motor ayahnya yang jadi pegawai di kantor pendidikan.
Foto : Ilustrasi.

Ayahnya pusing disertai malu dengan para kawan di kantor yang anaknya malas sekolah. Rambut angga memerah bersemir, keluyuran tiap hari, warung kopi tetangga jadi langganan, jarang di rumah, di rumah hanya ketika tidur itupun larut malam. Selalu kelayapan mengendarai motor plat merah inventaris sang ayah dan selalu menampung cibiran tetangga.
Klik : Ayam kampus
Berbanding terbalik sangat dengan Ragiel anak pegawai sapu lingkungan hidup. Ia rajin sekolah, berperingkat 5 besar, tak pernah kelayapan yang tidak ada guna serta sekolah naik sepeda tua warisan kakeknya.
Angga dan ragiel satu sekolah dan setingkat, dari kasus sifat semuanya berbeda. Angga ekstrovet dan ragiel introvet. Sekalipun berbeda namun perkawanannya layaknya dua jari tak bisa putus. Mereka sama-sama kritis terhadap pendidikan, sevisi dengan sekolah yang dianggap tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, malah sebaliknya.
Ragiel meski rajin sekolah ia kecewa karena bayak menemukan praktek pendidikan terkadang buat peraturan ngawur. Misal sekolah membuat kegiatan kerajinan yang seharusnya habiskan sedikit biaya dan fakta terjadi malah berlipat ganda bisa dibilang pemerasan peserta didik, cenderung dijadikan lahan bisnis oleh para pebisnis berkeki.
Ragiel rajin sekolah hanya ingin buat orang tua senang. Sudut pandang lain, pendidikan juga perlu. Zaman sekarang apa-apa selalu yang dipertanyakan ijazah bukan skill atau lainnya. Berimbas di sekolahan yang memanfaatkan murid sebagai pasar, berlomba-lomba membuat sekolah rusak-rusakan lalu menjual belikan produk ijazah berstempel.
Telusuri juga : Seragam penindasan
Selaras dirasakan angga, enggan sekolah karena belum dibelikan motor itu hanya sebagai alibi padahal ia sangat berhati-hati dengan sekolah. Jangan-jangan sekolah menjadi komoditi, tidak mencerdaskan melainkan membodohkan kehidupan bangsa. Materi pelajaran hanya sebagai formalitas belaka. Murid sibuk kerjakan tugas, pendidik asik safari. Dulu pasar yang menentukan sekolah, sekarang pasar jadi penentu sekolah.
Era ini mana ada siswa tidak naik kelas? guru malu muridnya tidak naik kelas, tapi tidak malu jika bodoh muridnya. Kawan angga, agus namanya sudah menengah pertama tak tahu baca tulis, tetap saja selalu naik. Sebenarnya kebodohan ini milik siapa to?.
Murid bolos dimarahin. Saat sekolah murid keluar pacaran di cafe kemudian digrebeg pamong praja. Pertanyaannya pasti berkembang, tidak pada murid saja, dimana peran sekolah? Begitu cepat pembahasan materi kejar curiculum agar lekas kelar, murid banyak ‘ngebleng‘. memang yang di gadang-gadang pucuk tombak pemerintah menginginkan murid yang pandai sangat.
‘Angga… angga… sekolah dapat ilmu kok bolos tetap’
‘Ragiel… ragiel… apa yang kau cari, nak?'(30/04/2020).
Pintarmu di dirimu. Jika sekolah sudah tak lagi mampu, jangan luput. Negara kokoh karena bangsa yang berpendidikan. Bagaimana jika dibisniskan? entahlah, pembaca biar yang berkomentar.
Baca : Bebaskan
“Anak sekarang susah di atur” keluh kepala sekolah. Pancen harus saling peka, coba deh perpanjang pertanyaannya “Mengapa susah diatur?”
Teknologi berkembang pesat, apapun bisa dengan itu (teknologi). tak terkecuali materi sekolah, murid mampu ambil start lebih dahulu belajar di internet, gurupun mudah ambil mata pelajaran. Tinggal cetak dan download berikan murid sudah jadi tugas, beres. Lepas itu pasti banyak sisa waktu kosong yang bisa dimanfaatkan dengan cara main game, nanti jika lulus jadi pakar gremer handal. Jangan lupakan literasi.
“Semua tempat adalah sekolahku, semua orang adalah guruku” guru tidak berani berkata itu, bisa-bisa dibalik oleh muridnya “pak guru jangan bantah, aku (murid) kan gurumu” bobrok. jurus jitu angga dan ragiel adalah ‘semua tempat, sekolahku dan semua orang partner belajarku’.
Sebagai manusia terdidik tidak hanya dari pendidikan yang harus selalu hadir di tengah problema dan regulasi pendidikan. Negara membatasi wajib atas kita untuk wajib belajar hanya 12 tahun. Ini membatasi pendidikan atau memperingan. Nabi telah menjelaskan, belajar sejak di pangkauan ibu sampai liang lahat. Artinya belajar tiada henti.
Sama-sama penting ilmu dan ijazah. Belajar bisa dengan si apapun dan apapun. Paceklik jangan terus mencekik. Hidup dengan ilmu, tidak cukup hanya dengan ijazah. Apa yang diharapkan ragiel dan angga semoga tersemogakan.

Advertisements

Silahkan Komentar