BUDAYA BINCANG DI TENGAH HIRUK PIKUK DUNIA.
Catatan – Sudah sejak lama kita bertemu secara frekuensi pemikiran, tapi secara
fisik kita baru dipertemukan di teras sederhana berteman dengan sang hujan
mempercik genting bocor. Alangkah nikmatnya tiada batas, masih bisa berbincang
di tengah hiruk pikiuk dunia.
Budaya ngobrol
kini sudah jarang kita temui di setiap sudut kota, taman-taman dan di jajaran kampus pun sulit kita jumpai, apalagi berdiskusi membahas persoalan yang
terjadi tengah masyarakat.
Foto : Budaya bincang di teras gedung kemanusiaan. |
Manusia era
sekarang cenderung apatis dengan realita sosial, rasa kebersamaan dan saling
tolong menolong mulai terkikis habis, malah sibuk asik menggunakan akun media
sosial (medsos) yang menjauhkan dari kehidupan nyata.
Kelihatannya saja
kumpul di warung tongkrongan tapi apa boleh buat sibuk sendiri-sendiri dengan
gadget miring pemicu bahasa kebun binatang keluar dari mulut manusia. Memang berbeda
zaman akan ada perubahan yang terjadi.
Ilmu pengetahuan
menurun dan kemajuan teknologi berkembang masif. Seperti inilah muqaddimah
menuju abad kehancuran alam manusia. Pendidikan tiada arti lagi, konten
kegilaan ramai dicari pada seluruh genre putra bangsa.
Mereka yang ingin
mengancurkan budaya peradaban kita telah berhasil menjerumuskan menjadi wabah kemalasan berpikir berjangka. Dan yang menjadi sasaran utama penghancuran
adalah di ranah pendidikan sehingga akan merembet berpengaruh di seluruh aspek
kehidupan.
Jika ingin
memajukan suatu bangsa maka harus dengan pendidikan, begitu juga ketika ingin
menghancur-leburkan suatu bangsa pun dengan pendidikan. Kunci utamanya adalah pendidikan. Orang yang bodoh itu sangat mudah untuk dikelabui.
Aku tidak tahu
berapa banyak orang yang menjadi pengguna teknologi? siapakah orang yang paling
banyak jadi user? Seberapa banyak anak putus sekolah? Seberapa sering anak naik
kelas yang notabennya tidak sebanding dengan kapasitas nalar pikirnya?
Perkembangan teknologi
tidak balanced dengan ilmu pengetahuan. Di sini teknologi lebih mendominasi. Masih
kerap terjadi, sudah usia dewasa namun pola pikirnya masih seperti anak-anak. Yang
paling ampuh untuk menjadi alasan malas belajar adalah karena teknologi telah
memfasilitasi ilmu pengetahuan, semua ada di dalamnya.
Dari celetukan
kawan, kita harus mengikuti zaman dan janggan sampai ketinggalan zaman karena
tuntutan zaman. Celetukan tersebut bisakah kita putar balik pola yang sedemikian.
Kuasailah zaman, zamanlah yang harus mengikuti kita. Itupun juka mampu, jika
tidak manusia akan tergulung dengan zaman.
Bukan berarti
orang yang terbatas dalam fasilitas kemajuan zaman mereka yang tertinggal,
mereka masih ada di zaman ini dan hidup.
Bukan berarti juga orang yang tidak memiliki handphone adalah orang dengan
keterbatasan intelektual, bisa-bisa malah kebalikan dengan kebanyakan orang.
Kita ini seperti hewan buas yang hidup di hutan luas, mbak. Tidak ada teman, semua yang ditemui
adalah musuh yang harus kita bunuh. Kita hidup di alam bebas, ketika ada yang
mengganggu ketenangan kita, wajib kita bunuh. Tidak ada teman abadi,
sewaktu-waktu bisa menjadi santapan mangsa.
Orang lemah malah
diinjak-injak, tampil preman akan dimusuhi banyak orang. Inilah perlunya
membudayakan budaya bincang guna menyatukan rasa yang sempat terputus dan tumbuhkembangkan
jiwa kemanusiaan. Blora (01/04/2021).
Mawar Sastrajawa.