HARUS DENGAN SIAPA LAGI AKU PERCAYA? | MAWAR SASTRAJAWA.
Catatan – Harus dengan
siapa lagi Aku percaya. Sekarang tidak gampang mencari kesingkronan antara
ucapan dan perilaku. Apa yang telah diucapkan berbanding terbalik dengan
sikapnya sendiri. Sudah tahu salah masih saja mengelak. Apapun disalahkan,
menyalahkan alam, menyalahkan situasi, menyalahkan konteks yang berbeda bahkan
menyalahkan Tuhan.
Foto : Mawar Sastrajawa, Harus dengan siapa lagi Aku percaya?. |
Mengumpulkan berbagai macam alasan untuk membuat kesalahan
yang dilakukan menjadi sebuah kebenaran. Tidak apa-apa melakukan ini itu asal
punya alasan, tidak apa-apa pula beralih dari bicara asal ada alasan. Kata toleran
masif dilakuan dengan dalih ketidakenakan dengan sesama, ‘tidak apa-apalah kamu melakukan kesalahan tersebut, jangan diulangi
besoknya.’ Karena toleran esok hari ia melakukan sesuatu kesalahan yang
lebih parah lagi.
Ada istilah jawa ‘Esuk tempe
sore kedelai.’ Artinya tidak bisa dipegang bicaranya. Menelan ludahnya
sendiri, memang terserah dia sendiri. Ludah-ludah sendiri tidak masalah ditelan
sendiri. “Masak ada menelan ludah orang lain?” tanya ludah bengkok. Befff…
kaya calon pemimpin saja yang banyak bicara sedikit bukti.
Teramat baik memaafkan kesalahan orang lain, berbuat salah setiap
hari, minta maaf setiap hari dan diberi maaf setiap hari juga. Dengan adanya
kata ‘Maaf” kini tidak ada orang yang takut lagi melakukan kesalahan. Karena sudah
tahu metode bertaubat maka bebas melakukan kesalahan. Tinggal minta maaf akan
selesai sudah dan memulai hal buruk di kemudian saat. Tuhan saja maha pengampun
masak manusia tidak bisa mengampuni. Tahunya hanya Maha pengampun, padahal maha
menyiksa juga ada.
baca juga : Selamat datang di abad kehancuran.
Si pembuat salah terus lakukan salah dan kemudian meminta
maaf, si pemaaf terus memaafkan merelakan memendam kebenarannya. Banyak yang
mengaku super hero, ‘jika tidak aku mana
bisa?’. Yang satu memperjuangkan kebenaran menurutnya sendiri, lainnya semua
salah dan satunya juga memperjuangkan kebenaran menurutnya sendiri lainnya semua
salah. Sama-sama memperjuangkan kebenaran, lalu yang salah siapa?.
Sesuatu yang positif sulit berkembang, sesuatu negatif sangat
mudah menghanyutkan. Harus dengan siapa lagi Aku percaya?. Belenggu iblis kerap
kupercaya, multi tafsir dan bebas tafsir beda tipis. Zaman Nabi mudah mencari
kebenaran, tinggal mengadu padanya, sekarang berbeda dimensi sehingga multi tafsir
yang terjadi.
Beruntung masih diwarisi akal untuk menalar, itu jika
berfungsi. Punya otak tidak digunakan sebagaimana semestinya. Ada yang berkata,
banyak orang punya mata tapi tidak meihat dan banyak orang punya telinga tidak
mendengar. Orang cerdas semua dipelajari dari yang baik sampai yang tidak baik,
karena saking cerdasnya bisa sewenang-wenangnya berbuat dan berbekal keilmuan
untuk menghantam kaum yang lemah. Orang itu ya tidak bisa lepas dari baik dan
buruk. Selesai.
Barangkali sesuatu yang negatif banyak keamanannya, jelas
kebaikan tapi malah tidak ada keamanannya. Susunan keburukan begitu detail
terencana. Temboknya besar dan berlpis-lapis, kekuatan apapun sangat sulit
untuk menembus.
klik link : mencari apa?.
klik link : menyapa jiwa yang telah mati.
Barometer akal dilihat dari jenjang fomalitas bukan
kapasitas. Jangan kaget jika formalitas tidak mencerdaskan. Tumpul nalar adalah
yang bayak dicari, runcing nalar akan dicaci maki, gerakannya dipangkas dengan
sistem pembonsaian.
Kita saling membutuhkan sandaran kuat, jika bersandar pada
manusia dan manusia itu lemah akan dengan apa kita bersandar? Apakah saling
sandar-menyandar?. Sapu lidi jika dipreteli akan mudah terpatahkan makanya
bersatu agar kuat. Tapi, ia masih membutuhkan dinding untuk tegak, membutuhkan
tangan manusia untuk membersihkan sampah.
Harus dengan siapa lagi Aku percaya? Dengan diri sendiri pun
masih kurang percaya. Hati dan pikiran kerap berbolak-balik bikin bingung. Mesti
nurut sama hati ataukah akal. Perlunya akal diberi hati dan hati diberi akal. Kemudian
keluar dalam bentuk ucapan baik, perbuatan indah dan bijaksana terealisasikan. Blora
(02/03/2021).
Mawar Sastrajawa.