MEMBAKAR SAMPAH
Tanpa ada rasa tanggung jawab dan tidak ada pekerjaan bukan berarti malah memperbesar kemalasan, tidak berkarya. aku banyak meengambil kesempatan dalam keberadanku, hal demikian aku malah merasa lebih bebas melakukan apapun. Bukan hanya pekerjaan, tempat tinggal pun tidak jelas dan bebas mau kemanapun aku kehendaki, misal ke kontrakan teman, basecamp kelompok dan lain-lain.
Ketika aku berkunjung ke cafe langganan, kiranya keberadaanku tidak menjadi beban malahan diterima secara terbuka, “Silahkan masuk, mawar” sambut salah satu dari karyawan.
Foto : Nyala korek api untuk membakar sampah. |
Aku masuk bersama topi yang ku kenakan, cafe tersebut tidak jauh dari jantung kota, kisaran separuh kilo meter. walaupun menu terbatas, akan tetapi tidak sedikitpun mengurangi substansi untuk menikmati rasa kopi.
“Dari mana, mawar?” tanyanya sembari rapikan meja melap dengan serbet, dan meneruskan “pakaian kok kotor” Selasa (02/03/2020).
“Aku baru saja selesai melukis” jawabku dan berniat beri candaan pada karyawan itu, “kamu gitu beda, baju selalu bersih pun rapi, sapa dan menawarkan menu ketika pelanggan datang kemudian ucap terimakasih jika pelanggan akan pulang, hehehe” candaku, karyawan yang ramah itu hanya mengangguk dan senyum sesambil menata gelas kopi.
Aku kerap menemukan ide ketika berada di sini. terkait apapun. Memang manusia dapat berpikir dimanapun dan kapanpun. Berhubung hari hari ini idak ada kawan diskusi, aku ambil gitar, siapa tahu menyelaisaikan garapan lagu baru. Kebetulan cafe sedia gitar, ‘Jreng jreng jreng jreng’. Soal gitar sebenarnya lebih tertarik ke petikan dan not melodi, cukup mendayu-dayu. tapi, suasana pecah ketika salah seorang pelanggan dari pojokan mengeraskan sound. befff, entah lah orang itu mungkin punyacara sendiri untuk menikmati musik.
Tanpa permisi aku meningalkan tempat bersila kemudian melangkah ke belakang cafe, siapa tahu menemukan sesuatu yang baru. Tetapi apa yang terjadi? malah lebih bebal melihat tempat buruk tak terurus, kayu usuk 3×6 bekas yang menumpuk tak tertata dan masih banyak paku tertanam membahayakan sangat, belum lagi bau busuk, sapah semakin menumpuk, sampah plastik, koran, bekas buku, makanan basi dan kawan-kawannya.
Langsungku mengambil sikap untuk menata tempat berantakan dan membersihkan. bisa jadi jika tidak sesegera dibersihkan akan semakin mengenaskan layaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA). hanya berbekal arit dan korek api ku bersihkan sendiri tempat kumuh kemudian mengumpulkan sampah untuk dibakar.
Sampah yang beraneka ragam tak seluruhnya mudah dibakar, ada yang membutuhkan berulangkali pancingan nyalakan korek, karenanya ada dedaunan yang masih basah (hijau) pun sulit terbakar malah menimbulkan asap berlebihan. langit diatas pembakaran penuh kabut asap mengikuti arah angin bahkan ada tetangga datang kepanikan disangka kebakaran rumah atau apa karenakan aku lakukan itu malam hari. beruntung orang itu tidak marah dan tidak menganggap apa yang kulakukan adalah mengganggu keamanan lingkungan.
Bodohnya aku sangat, tempat ini bukan tempatku, mengapa aku yang peduli? kemudian bapak-bapak bos cafe tiba-tiba muncul kemudian tanpa ada rasa terimakasih atau apa, malah menyuruh membersihkan tanaman rimbun dengan skala besar, tiada berpikiran bahwa lahan rimbun tersebut membabatinya membutuhkan tenaga sangat mumpuni. suruhnya tak ada kejelasan apapun, kemanusiaan telah hilang, semacam itulah bibit-bibit penindasan baru di bangsa merdeka.
Secara fisik keberadaanku sedikit membawa perubahan, awalnya tempat terkesan angker kini sudah tidak, bahkan kemudian banyak yang ke belakang cafe untuk nikmati suasana baru. Beberapa lusa kemudian aku datang lagi ke cafe melihat belakang halaman nampak bos yang berkumis tipis itu sedang mebabat tanaman rimbun, meski hanya beberapa batang setidaknya ada sedikit kesadaran.
Aku memang senang sekali membakar sampah. suatu ketika ada kawan bertanya, “kenapa suka membakar sampah?” membakar sampah kulakukan sebagai bentuk ekspresi terhadap emosi, aku melihat keadaan kehidupan yang hingar-bingar penuh permasalahan dan sampah adalah bagian kecil dari masalah, jika tidak segera di tangani akan semakin menumpuk.
Bisa saja seorang seniman mengolah sampah menjadi karya seni yang memiliki nilai lebih, befff. tidak semua orang berpikir tentang sampah kreasi, hanya mampu membuat sampah. Pak dinas masih kuwalahan dalam mengolah sampah karena banyaknya sampah masyarakat. Mari kita membantu pak dinas kelola sampah dengan suka rela.