alamcatatandesahutanINSPIRASIkampungPengalamanpesona alamsawah

PENG – ALAM – AN

Advertisements

Catatan – Kala aku sedang nyantai di kost. Rebahkan tubuh, luruskan punggung. Seperti hari yang lain, waktu hampir menuju jam setengah sembilan malam, aku tetap membaca dan sedikit mencoba mengangan-angan ringkasan dan nantinya akan kutulis.

Tak sengaja kakiku menyenggol gitar yang aku sandarkan dekat tempat berbaring dan gitar jenis spanyol itu roboh. Beruntung senar tidak putus, bodynya pula hanya sediki licet pada bagian pegangan karena menatap sudut dipan, namun tanpa mengurangi nada indahnya.

Advertisements
Foto : Lukisan ‘Peng-alam-an’ karya Achmad Niam Jamil.

Sontak aku lepas buku dari hadapan. Bangun, meraih gitar. Kali ini gitar tidak aku sandarkan, namun aku gantung di paku sebelah sisi kanan pintu. Ketika tangan hampir raih paku, tiba-tiba salah seorang mengetuk pintu 2x berturut-turut sambil panggil ‘Mawar… mawar…’.

“Siapa?” Tanyaku sembari menyentelkan gitar.
“Ini aku, arya”
Kubukakan pintu kemudian. Menyambutnya dengan salam  persahabatan, hal ini telah kami lakukan setiap kali bertemu dan ketika akan berpisah. Lalu mempersilahkan masuk.

Advertisements

“Ayo ikut gue, mawar” ajaknya tanpa permisi.
“Kemana?” Tanyaku
“Ke suatu tempat yang jauh dari kota. Dimana nanti kita sejenak cari suhu pedesaan pinggiran hutan. Siap tahu dapat wangsit, hehe” ungkap arya.

Baca juga:

Advertisements

Binar terang dalam kelam

Puisi hutan blora

Advertisements

Arya memang tahu jika aku membutuhkan refresing, pengap dan bebal pikiran yang terjebak oleh rutinitas. Sesekali perlu piknik, refreshing atau sejenisnya. Tapi jangan keseringan. Tak baik di akal dan bekal.

Malam itu tak banyak pertimbangan, kami berangkat dan telah mempersiapkan tampang fresh dalam perjalanan dengan mengendarai motor matic. Malam-malam awal memasuki persawahan dan hutan. Sungguh, alam menampakkan keasliannya.

Advertisements

Sedetik ini saja sudah fresh rasa. Belum lagi suhu mendingin. Aku meminta arya memelankan laju roda bermaksud demi menikmati alam lepas.
Baca: Malam malam kok begadang

Papan perhutani sempal kedinginan, tipis bau sangit bakaran daun kering, ranting pohon melengkung seolah menari ikuti lantunan angin laut, bising merdu sahutan jangkrik dan burung, lika-liku jalan rusak berantakan ibarat penuh dengan polisi tidur.

Advertisements

Dipandu oleh google maps, perjalanan lebih dari satu setengah jam kami sampai lokasi. Arya rupanya punya kawan di kampung ini. Kami disambut baik, langsung disuguhi air kendi dan kopi. Kami bermalam di pemukiman tepi hutan berkeliling sawah, pulang dini hari bakda subuh.

Advertisements

Silahkan Komentar