PENJARA DAN KEKUASAAN
Lagi-lagi issu kepemerintahan sangat menarik diperbincangkan. Belum lagi musim politik, wah, Perbincangan sejak subuh sampai subuh, dikalangan borjuis sampai proletar, hingga warung tetangga ikut memperbincangkan.
Birokrat tidak hanya sport formalitas atau ketika pemilihan kepala suku, perhatikan pula kalender kegiatan dan proyek yang hanya menguntungkan umat tertentu, bukan permasalahan benar dan adil.
Foto: Ilustrasi |
Hukum undang-undang berbanding terbalik dengan hukum politik. Dari masa ke masa, belum pernah temukan politik benar-benar pyur sehat dan bersih. Tidak gampang membalik mitos itu. Meski pemegang kuasa selalu bergantian tetap saja sistem politik sama,hanya menjanjikan tanpa membuktikan.
Parahnya berimbas pada ranah pendidikan. Kaum terdidik malah bodohnya semakin bobrok. Bisa jadi yang biokrasi pemerintahan takut jika terdidik terlalu pandai dan mengetahui busuknya Birokrasi.
Organisasi kecil tidak kalah saing. Ya dengan skala kecil organisasinya, kecurangan juga kecil. “Kalian jangan masuk ke politik ya, politik itu kotor, tak beda dengan peceren”. Ucap politikus handal.
“Orang itu harus faham tentang politik” Kata politikus simpatisan. Orang yang dipermainkan di politik juga angkat bicara “buat apa politik, gak penting”.
“Akui tak pernah berfikir kuasa dan enggan tentang hal itu”. Politikus gagal berkuasa dan
frustasi. Tidak terima, si anak bilang “Orang tuaku bekerja cerdas”.
Makan tidak berak itu baru hebat. Berbicara politik tentu akan panjang, penulis yakin, para pembaca pasti memiliki argumen yang luas tentang pandangan politik. Aku tidak paham politik itu suci atau keji.
Banyak orang justru memilih untuk memenjarakan dirinya sendiri. Jangan heran pada kekuasaan dan politik pintu masuk penjara. Presiden enak (kayaknya) termuliakan dimana pun ada dan kapanpun, berkedipun ada yang memperhatikan. Ayo semua main kedip dengan maling dan hakim.
Penjara maling sandal lebih dari neraka ketimbang maling aset bangsa. Hanya pakaian lebih rapi yang membedakan. Diatas makin tinggi dan berkuasa memperlihatkan omset malingnya. Maling sandal makin tertindas, tersiksa, masuk neraka sebelum waktunya. Marjinal “maling besar dilindungi.” bisa jadi serupa badak bercula satu. Bedanya, badak karena langkahnya mabes (maling besar) entah karena apanya kok ya di lindungi.
Nyatanya banyak manusia berlomba-lomba agar dapat menduduki kursi pemerintahan. Benar popularitas terangkat, dianggap sebagai prestisius. Tanpa menganggap bahwa itu adalah amanah besar kepada Masyarakat. Bukan untuk main-main dan bukan permainan.
Masyarakat ada yang beranggapan dan berfikir positif dengan adanya pemerintah. Pak jokowi tentu orang pintarlah, pasti tidak mungkin tindakan yang dilakukan tanpa pertimbangan. Namun yang dirasa kepedihan hidup dan di sangkanya belum sempat memikirkannya dengan alasan urusan jokowi menumpuk banyak. Selasa malam,(2/3/2020)
Wakil rakyat seharusnya mewakili rakyat. Jadi bahasa guyonan adalah wakil rakyat lebih sering jalan-jalan, naik mobil mewah, makan enak mewakili masyarakat yang tidak mampu untuk jalan-jalan. Naik mobil, makan enak dan sebagainya. Terimakasih telah mewakili kita. Lupa uang yang dipakai dari siapa?. Apa mungkin demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk pemerintah?.