SITUASI ABAD KEHANCURAN
Catatan – Setiap hari selalu ada praktek untuk membodohi antara manusia satu dengan manusia lainnya. Biasanya pembodohan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi, baik kedudukan pada pangkat atau status sosial.
Foto : Mawar Sastrajawa, situasi abad kehancuran. |
Sedangkan yang dibodohi sebaliknya, orang dengan tidak memiliki kedudukan tinggi. Atas kesenjangan sosial tersebut, terbodohi mengharapkan sesuatu yang dapat menyelesaikan kebutuhan. Pada kondisi ini mudah sekali dimanfaatkan kepada orang berpangkat, dengan mudah memberi harapan angin surga yang dapat memberi solusi pada suatu persoalan.
Jangan membawa angin surga ketika tidak mampu mewujudkan kenyataan. Engkau selalu sampaikan kemunafikan apakah masih kurang? Aku tidak bisa menghitung berapa banyak engkau membodohi orang-orang. Tidak pasti engkau membawa kebenaran janji, tapi engkau sudah membodohi, memperbudak, memperalat, menindas.
Baca juga : Revolusi kehancuran.
Baca juga : Selamat datang di abad kehancuran.
Hidup di bumi ini seperti berada di hutan liar, bertemu siapapun bisa dijadikan mangsa. Apa kalian tidak berpikir, manusia telah diberi akal. Jika semua manusia kau jadikan santapan, artinya tidak jauh berbeda dengan biawak yang memangsa sesama ekosistemnya.
Situasi di abad kehancuran telah kacau-balau, sulit dikendalikan, tidak kondusif, tidak mudah untuk kembali pada kehidupan seutuhnya yang telah dicita-citakan oleh reformis. Usir kolonial demi kemerdekaan, setelah itu bangsa gantian menjajah rakyatnya sendiri. Aku seperti turis di negaraku sendiri.
Kacaunya tatanan ini sudah melebihi batas hancur. Harapan angin surga hanya kalian gunakan untuk mengamankan diri, supaya kedudukanmu tetap aman, terus melanggengkan praktek-praktek pembodohan publik. Ketidakadilan sangat merepotkan bagi mereka yang menyuarakan berharap adanya keadilan sosial. Saat ini, benarkah keadilan tidak ada?
Artikel terkait : Periodesasi abad kehancuran.
Artikel terkait : Merusak berembel-embel bonus.
Sebenarnya orang berkedudukan tinggi telah membawa kabar angin surga, tapi angin hanya sebatas angin. Layaknya kentut, hanya berbau kebusukan. Sudahi laku iblis kalian, sudahi pencitraan sok memberi harapan. Apakah masih kurang, pak? menumpuk kekayaan dari tetesan keringat rakyat.
Jangan hanya melihat megahnya infrastruktur, lihatlah berapa banyak keringat dan tenaga untuk membangun kemewahan bangunan, berapa banyak orang yang meninggalkan keluarganya, dan berapa banyak nyawa yang hilang.
Kalian menikmati hanya untuk berdosa di atas penderitaan orang-orang tak berdosa. Kalian lupa dari mana sumber mobil mewah yang kalian gunakan, makanan yang kalian ganyang. Semua sangat menguntungkan satu pihak, merugikan banyak pihak. Blora (25/05/2021).
Mawar Sastrajawa.